Hari minggu malam kemarin, saya perjalanan pulang dari
acara seminar United Nation dimana saya diminta membahas fundraising
strategy. Saya bertemu seorang pemuda berusia 23 tahun yang tengah
merintis sebuah bisnis. Tahun 2002 ia menjadi anak yatim yang
mengaharuskannya pindah ke kota Malang dan belajar di Pondok. Bahkan ia
sempat tinggal dipanti asuhan. Maklumlah selepas SMA ia harus langsung
bekerja.
Sempat 4 tahun menjadi karyawan dan 2 kali berhenti kerja,
lalu mulai kuliah ditengah pekerjaan, kini mantan bosnya adalah rival
usaha yang sudah dikalahkannya dalam persaingan usahanya. Sebuah
perjalanan cepat dan mengagumkan dari seorang pemuda, selalu menjadi
rasa yang mempesona bagi saya. Ia mengingatkan saya sebuah teori yang
lahir 50 tahun yang lalu. Delaying gratification. Tatkala sekelompok
anak diberikan permen dan mereka dijanjikan akan mendapatkan permen
lebih jika sedikit bersabar menunda makan permen. Apa yang terjadi?
Sebagian besar dari meraka tak mampu bersabar sejenak untuk merasakan
lebih banyak permen.
Bagi saya teori itu sudah lahir lebih dari 1.400 tahun lalu
tatkala kita diajarkan berpuasa. Sadarkah kita buka puasa begitu lezat
dibanding makan malam biasa karena diawali tak makan lebih dari 12 jam.
Teori ini bisa kita implementasi pada berbagai bidang kehidupan untuk
menjadi kunci memberhasilkan. Bagi saya pengusaha adalah orang yang mau
melakukan sesuatu yang orang lain tak mau lakukan untuk merasakan
sesuatu yang orang lain tak mampu rasakan.
Tatkala kau mengejar surga, maka kau akan terbiasa bangun
shalat malam saat yang lain tertidur, merasakan dinginnya air wudhu
tatkala yang lain merasakan hangatnya selimut, kau diminta mengorbankan
waktu, tenaga, pikiran untuk kebaikan tatkala yang lain menggunakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk kesenangan. Tapi, kau sadar, kau
lakukan itu untuk Surga, yang jauh lebih menyenangkan dan menjanjikan
dibanding kesenangan sementara. Itulah mengapa orang yang cerdas adalah
orang yang mempersiapkan hari sesudah kematiannya? Bukankah Rasulullah
SAW bersabda: orang yang pandai itu adalah orang yang dapat menundukan
nafsunya dan berbuat untuk kehidupan setelah mati. sedangkan orang yang
lemah adalah orang yang memperturutkan nafsunya dan mengharap dari Allah
agar angan - angannya terwujud."
Meminjam istilah Ibnu Khaldun terkait generasi pejuang,
generasi penerus, generasi penikmat, dan generasi pemboros. Jika dilihat
pada konteks keluarga, itu yang menjelaskan mengapa anak-anak dari
keluarga berada dan kuat banyak terjerumus pada generasi penikmat, hidup
mudah, malas berjuang. Dan generasi setelahnya menjadi generasi
pemboros, hidup dalam kenikmatan yang berlebihan. Tak jarang, anak
seorang pengusaha dan pejuang, jatuh dalam keterpurukan dan kemiskinan
karena tak mengenal kerja keras sebagai alasan pemberhasil orang tua.
Oleh karena itu, biasakanlah merasakan ketidaknyamanan, sekalipun kau
mampu merasakan berbagai kenyamanan.
Delaying gratification adalah kemampuan kita mengatur
siklus kenyamanan dan ketidakanyamana untuk mendapatkan kenyamanan lebih
di kemudian hari. Apa ketidaknyamanan yang sudah kau rasakan dan
nikmati hari ini kawan?
Salam hangat,
dr. Gamal Albinsaid
___
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "DELAYING GRATIFICATION"
Post a Comment